27 Agustus, 2007

UU Penataan Ruang; Mau Kemana……

UU Penataan Ruang; Mau Kemana……
August 6th, 2007 ·
No Comments

Akhirnya setelah 15 bulan dibahas, Rancangan Undang-Undang Penataan Ruang (RUUPR) diteken dalam Rapat Panitia Khusus DPR RI dengan Menteri Pekerjaan Umum (21/3). Namun, setidaknya ada 4 (empat) hal yang masih menjadi perdebatan panjang, -bahkan oleh para ahli sendiri.
Pertama, kewenangan yang diberikan kepada Departemen Pekerjaan Umum (PU) sebagai penyidik dalam kasus pelanggaran tata ruang. Hal ini akan tidak saja menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan di lapangan namun bisa terjadi terjadi ‘ambivalensi’ kewenangan. Kita tahu bahwa PU adalah departemen teknis yang bertugas salah satunya melakukan pembangunnan infrastruktur. Dalam artian PU sebagai operator pembangunan Indonesia. Nah dengan kewenangan yang diisyaratkan RUUPR tersebut maka PU selain sebagai operator juga sebagai regulator sehingga akan terjadi split personality di tubuh PU dalam menegakkan peraturan tata ruang.
Dengan kewenangan barunya, PU dapat saja ‘memutihkan’ berbagai pelanggaran dalam penyalahgunaan peruntukan lahan/kawasan yang ‘dibangunnya sendiri’. Seharusnya RUU menguatkan peran BKTR (Badan Koordinasi Tata Ruang) untuk melakukan peran tersebut, yang saat ini tidak ada kinerjanya yang berarti dengan maraknya pelanggaran dan penyalahgunaan tata ruang. Termasuk juga kemungkinan menguatkan Bapedal dan Bapedalda di daerah-daerah.
Kedua, visi RUUPR tersebut terlalu ‘planocentris’. Dalam artian pendekatan yang dipakai hanya bagaimana ‘memetak-petakkan’ wilayah peruntukan tanpa didasari pada konsep keberlanjutan lingkungan. Tokoh Lingkungan yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Emil Salim pertama, mengkritik RUU ini karena paradigma yang dipakai adalah dengan pendekatan wilayah bukan pendekatan ekosistem. Sehingga penataan ruang ke depan hanya berorientasi pada pembangunan fisik semata dan tidak memikirkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut, seperti halnya saat ini. Emil Slaim juga mengharapkan RUU ini lebih berpihak kepada lingkungan.
Ketiga, keruangan kawasan lautan dan pesisir, dalam RUU ini masih sangat terkesan land vision. Semua tahu, Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 buah pulau dan memiliki pantai terpanjang kedua di dunia (kira-kira sepanjang 81 ribu Km2) setelah Kanada dengan luas Zona Ekonomi Eksklusif lautan sebesar 7,.7 juta km2. Fakta tersebut seharusnya menyadarkan kita akan jati diri kita sebagai Negara maritime. Sehingga dalam isu tata ruang lautan dan pesisir dapat diakomodasi dalam RUU dalam kerangka yang lebih dilihat dari sudut pandang continental vision. Hal ini juga untuk menjadi konsideran sebelum RUU Pengembangan Wilayah Lautan Pesisir menjadi agenda pembahasan DPR berikutnya.
Keempat, adalah pendekatan geostrategis. Sering kita lupa, dari ribuan pulau yang kita miliki, terdapat 92 pulau terluar Indonesia, meliputi 141 kabupaten/kotamadya yang berada di 14 propinsi, yang merupakan daerah perbatasan dengan 10 negara tetangga. Sehingga persoalan penanganan dan pengawasan daerah perbatasan menjadi sesuatu yang tidak mudah. Setelah 2 peristiwa penting masing-masing lepasnya bekas propinsi Timor Timur tahun 1999 dan menjadi negara merdeka, dan menangnya pihak Malaysia dalam sidang Mahkamah Internasional di Den Haag tahun 2003 terhadap kepemilikan Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan dan kini dengan masih memanasnya blok Ambalat harusnya menyadarkan kita untuk merubah orientasi dan pendekatan daerah perbatasan.
Anggapan di masa lalu, yang lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan (security approach) daripada pendekatan kesejahteraan (prosperity approach), telah mengakibatkan wilayah perbatasan ini, baik daratan maupun pulau-pulau terluar, menjadi daerah yang nyaris tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan, kurangnya infrastruktur dan pusat-pusat pelayanan pemerintah lainnya yang menyebabkan masyarakatnya menjadi relatif miskin dan tertinggal, sehingga yang melatarbelakangi pula maraknya kegiatan-kegiatan ilegal seperti illegal logging, illegal trading, maupun traficking.
Seyogyanya Departemen Pertahanan fokus pada hal terakhir di atas dalam menyatukan persepsi untuk memberdayakan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terdepan Indonesia. Bukan isu-isu lain yang kurang strategis -pendaratan pesawat di jalan umum, ruang latihan bagi tentara-. Upaya penjagaan wilayah perbatasan nasional yang begitu luas tidak semuanya bisa diselesaikan dengan pendekatan militer. Pendekatan geostrategis dengan penataan ruang merupakan pendekatan yang bisa menjaga keutuhan wilayah nasional khususnya daerah perbatasan.
Menurut data Departemen Pertahanan pula, Indonesia mempunyai potensi konflik perbatasan yang mirip Sipadan-Ligitan yang telah usai, (juga saat ini masih memanasnya blok Ambalat) dengan hampir seluruh negara yang berbatasan langsung. Pulau-pulau yang berpotensi itu adalah ; Rondo di Sabang, Berhala dan Nipah di Selat Malaka, Sekatung di Kepulauan Natuna, Marore, Miangas, Beras di Papua, serta Pasir di selatan Nusa Tenggara Timur. Diprediksi, setelah memanasnya konflik Pulau Ambalat adalah Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura dan Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna yang berbatasan dengan Vietnam. Inilah yang harus diterjemahkan departemen pertahanan dalam mengkritisi dan mempersiapkan peraturan perundangan berikutnya. Belum lagi potensi minyak dan gas yang terkandung di kawasan perbatasan ini. Di Natuna, salah satu pulau yang berbatasan dengan Singapura, memiliki 377,2 juta barel cadangan minyak serta menyimpan cadangan gas alam terbesar dengan kisaran 54,2 triliun kaki kubik.
Terakhir perlu kearifan lagi baik oleh pemerintah maupun DPR sebelum RUU Penataan Ruang ini disyahkan, supaya jangan terkesan terburu-buru. Karena banyak permasalahan lingkungan akibat dari ketidak-pekaan kita dalam pembangunan dan perencanaan tata ruang yang segera perlu dibenahi secara mendasar.

Tidak ada komentar:

Kedaulatan Rakyat Atas Ruang Harus Segera Diwujudkan

Suaka Margasatwa

Balai Raja

Giam Siak Kecil

Bukit Batu

Danau Pulau Besar

Bukit Rimbang Bukit Baling

Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket

 Tasik Tanjung Padang

Tasik Serkap

Tasik Metas

Tasik Belat

 Kerumutan

Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket

Perbandingan RTRWN Terhadap RTRWP

[RTRWN-RTRWP2.gif]