Pasalnya inisiatif mengerahkan masyarakat bergotong royong membuat rintisan sebagai tanda batas wilayah yang telah dilakukan warga Pucuk Rantau tidak menghindari penyerobotan secara ilegal tersebut.
Sebelumnya di Desa Pucuk Rantau telah terjadi pencaplokan tanah yang dilakukan oleh warga Inhu, Jambi, dan Sumbar. Penghulu Suku Melayu Syamsir Datuk Tan Alam kepada Riau Mandiri di Desa Sei Besar mengatakan Pemkab Kuansing terkesan kurang bergegas mengamankan wilayah perbatasan Kuansing dengan Jambi, Sumbar dan Inhu di kawasan Pucuk Rantau tersebut. Setiap hari menurutnya di kawasan perbatasan tersebut terjadi penyerobotan tanah. Penyerobotan tidak hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi terang-terangan tanpa memperhatikan tapal batas sesuai peta. Kelengahan pemerintah itu, jelasnya, benar-benar dimanfaatkan pihak luar untuk mencaplok lahan. Akibatnya sudah ratusan Ha wilayah Kuansing terutama hutan menjadi milik warga luar tersebut.
Dijelaskannya para 'penjajah' yang kebanyakan datang dari Sumbar dan Inhu itu seakan tak mempedulikan apakah hutan yang sudah digundulinya itu termasuk wilayah Kuansing atau bukan. Yang penting para pengusaha kayu tersebut hanya membuka hutan yang memang tak punya akses dari Kuansing dengan dalih hanya mengambil kayu. Kawasan hutan ulayat kepenghuluan Desa Sei Besar dan Desa Perhentian Sungkai di Bukit Jonang dan Sei Kalawaran terus saja di jarah pendatang. "Tak tahan melihat pemandangan tak sedap yang merugikan kita (Kuansing-red) itu, segenap Penghulu Adat dari beberapa suku langsung menggelar pertemuan tak resmi dan berunding secara adat bagaimana cara mengantisipasi aksi pencurian lahan yang semakin dekat ke desa-desa di Pucuk Rantau tersebut," ujarnya. "Rapat yang kami gagas dari Kepenghuluan suku Melayu Desa Sei Besar serta melibatkan Muchtar Datuk Lenggang Dirajo sebagai Datuk Penghulu Suku Melayu Desa Perhentian Sungkai melahirkan kesepakatan bahwa pencaplokan dari pihak luar terhadap dua kawasan yang jelas-jelas merupakan ulayat milik kedua kepenghuluan itu harus dihentikan. Cara yang disepakati adalah dua desa harus bergotong royong membuat rintisan yang dimulai dari titik batas hutan batas milik kepenghuluan ke dua desa dengan hutan ulayat milik kepenghuluan suku di Sumbar dan Jambi," ujar Syamsir Datuk Tan Alam lagi.
Ditambahnya, sejak kesepakatan itu dicanangkan dalam rapat awal Desember lalu, hampir 200 KK dari dua desa, telah tiga kali bergotong royong membuat rintisan perbatasan. Namun Penghulu Datuk Syamsir Tan Alam mengatakan rintisan yang dimulai dari titik perbatasan dengan Kab Inhu, Prov Jambi dan Sumbar tersebut dikhawatirkan tidak akan bertahan lama bila Pemkab Kuansing tidak membangun tapal batas permanen berupa tiang patok. "Untuk itu kami berharap pemerintah segera turun tangan menyelesaikan perbatasan tersebut, jika hanya masyarakat setempat yang menghalangi tidak akan sanggup terus-menerus. Terlebih tidak semuanya yang bisa ikut karena tidak punya kendaraan mengingat jarak ke kawasan perbatasan tersebut berkisar antara 6 hingga 7 km," tutupnya. (mad
skype :raflis_f94
Phone :08127681448, 07617711543
Blog :http://rencanatataruangriau.blogspot.com
forum :http://asia.groups.yahoo.com/group/tata_ruang_riau/
Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar