[Sumber : kompas.com 03/01/07]
http://www.penataanruang.net/BERITA/file/030107_kompas.htm
Laporan Wartawan Kompas Andy Riza HidayatMEDAN,
PEKANBARU, KOMPAS - Akibat maraknya perambahan hutan dan alih fungsi lahan, luas hutan alam di Riau diperkirakan tinggal 5 persen. Kondisi hutan ini akan memperburuk banjir di masa-masa mendatang serta menambah ongkos sosial untuk pemulihan pascabanjir.
"Kami perlu segera mempunyai tata ruang berbasis ekosistem, terutama di sekitar daerah aliran sungai. Tata ruang ini harus sinergis dengan daerah sekitar atau antarprovinsi," kata Direktur Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau Tengku Ariful Amri, Selasa (2/1).
Ia menambahkan, sejumlah peraturan tata ruang yang mengatur peruntukan lahan saat ini tidak tepat lagi karena kondisi di lapangan sudah jauh berbeda.
Karena itu, ia mengusulkan revisi atau perubahan atas UU No 24/1992 tentang Penataan Ruang Nasional maupun Peraturan Daerah Riau Nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Riau. Dalam revisi, pelestarian hutan dan alam harus diperhatikan.
Dalam pemantauan Kompas dari pesawat Twin Pack TNI Angkatan Udara Pekanbaru bersama tim Departemen Kehutanan, sebagian hutan lindung Bukit Suligi dan Tanaman Hutan Rakyat di Riau telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, rumah penduduk, dan sebagian ditinggalkan dalam kondisi rusak setelah pohon-pohon ditebangi.
Hutan lindung Bukit Suligi merupakan hulu Sungai Siak. Sungai Siak yang meluap dan menyebabkan banjir di Kota Pekanbaru merupakan satu-satunya sungai di Riau yang berhulu di Provinsi Riau.
Sungai-sungai lain yang melintasi Riau mempunyai hulu di provinsi tetangga, yakni Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, yang berhulu di Sumatera Barat, serta Sungai Rokan yang berhulu di Sumatera Utara.
Menteri Kehutanan MS Kaban mengakui adanya perencanaan tata ruang yang tidak sinkron dengan kondisi sebenarnya. Di kawasan hulu sungai, misalnya, tanaman perkebunan lebih banyak. Padahal, seharusnya mempunyai banyak hutan. "Perlu ada program yang sinergis antara pemerintah pusat dan daerah karena bagaimanapun pembangunan di daerah harus tetap terlaksana, tetapi kawasan hutan juga tetap berfungsi," kata Kaban.
Tentang penanganan banjir di Riau, Kaban berjanji mengundang Gubernur Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Riau untuk duduk bersama.
Hutan bakau kritis
Sementara itu, di Lampung kesalahan pengelolaan wilayah menyebabkan sekitar 80 persen dari 270 km hutan bakau di pesisir pantai Timur Lampung rusak.
Demikian diutarakan Kepala Dinas Kehutanan Lampung Arinal Djunaedi di Lampung, Selasa (2/1). Dia mengatakan, dalam lima tahun mendatang, diharapkan hutan bakau yang direhabilitasi mencapai 7.000 hektar.
Hutan bakau yang rusak mulai dari Kabupaten Tulang Bawang melewati Kabupaten Lampung Timur dan berakhir di Kabupaten Lampung Selatan. Rata-rata ketebalannya 100 meter-200 meter.
Untuk itu, dinas kehutanan akan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten memperbaiki rencana tata ruang wilayah (RTRW) pesisir timur.
"Supaya perbedaan kepentingan antara ekonomi dan konservasi tetap seimbang," katanya.
Kepala Subdinas Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Dinas Kehutanan Lampung Guntur Hariyanto mengatakan, selain itu, ditargetkan dalam lima tahun ke depan hutan bakau seluas 7.000 hektar bisa direhabilitasi.
Data Atlas Sumber Daya Wilayah Pesisir Lampung 2002 menyebutkan, luasan hutan bakau 20.000 hektar. Namun, yang tersisa hanya sekitar 2.000 hektar. Rama Zakaria, Direktur Eksekutif Watala Lampung, mengatakan, sebaiknya Dinas Kehutanan Lampung mengajak masyarakat mengonservasi hutan bakau.
Warga selain mengonservasi juga dapat berpenghasilan karena hutan bakau menjadi habitat ikan kecil dan kepiting yang dapat mereka tangkap. (ART/HLN)
Re: DEAR FRIEND
1 bulan yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar