04 September, 2007

SUSANTO KURNIAWAN: Kerusakan Hutan di Riau Tertinggi di Dunia



Oleh : Ruslan Andy Chandra


03-Sep-2007, 02:08:48 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Susanto Kurniawan selaku Koordinator Forest Rescue Network Riau atau Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau memaparkan tentang masalah hutan di Provinsi Riau.

Susanto membeberkan masalah kerusakan hutan Riau tersebut minggu lalu bersama dengan Chalid Muhammad (Direktur Walhi), Hj. Azlaini Agus SH MH (DPR RI) Tim Departemen Kehutanan di Jakarta Media Center, Gedung Dewan Pers berikut rangkumannya.

Pada bagian awalnya Susanto menyoroti tentang laju kerusakan hutan Riau rata-rata 160.000 hektare/tahun, rata-rata kerusakan hutan di Riau tertinggi di dunia yakni 5,6% (Sumber : International Forest Advisor) dalam kepemilikan lahan di Riau hanya didominasi oleh 14 orang saja, dimana 2 orang mendominasi lebih dari 25% lahan Riau.

Kegiatan perkebunan dan HTI di Riau memberikan kontribusi pelepasan CO2 278 mt CO2/tahun atau setara 1/3 yang ditargetkan dalam Protocol Kyoto. Sedikitnya 35% selisih supply demand perkayuan yang ada di Riau, 55% kayu Pulp and Paper diambil dari kayu alam (sumber Surat PT RAPP).

Kecenderungan perubahan status izin HPH menjadi HTI (Eks PT IFA) dimana tahun 1996 adalah 4,5 juta hectare dan 2006 adalah 0,7 juta hectare. Pengelolaan hutan yang buruk dengan pemanfaatan ruang yang buruk yakni 256 perizinan yang tumpang tindih.

Pengurasan dana APBD dan atau APBN untuk penanggulangan bencana asap dan banjir dan pada bulan Juli-Agustus 2007 tercatat 1243 titik api berada pada izin HTI, 912 pada izin perkebunan dan 479 berada di HPH. 171 hectare lahan terbakar yang berasal dari 63 perusahaan (HTI, Sawit dan HPH).

Sebelumnya Susanto memberikan data bahwa akibat dari masalah akibat dari kebakaran hutan pada bulan Mei-Sept 2006, 12.000 orang terkena ISPA, 3.000 orang iritasi mata dan 10.000 diare dan mencret

Kebakaran tahun 2007 yakni 1 Januari hingga 26 Agustus telah mengakibatkan 64.645,3 hectare terbakar, sedangkan kerugian akibat banjir 2003 di tujuh Kabupaten secara langsung adalah sekitar Rp 158.338 juta dan kerugian tidak langsung mencapai Rp 841.136 miliar. Kerugian Banjir 2006 pada 9 kabupaten hampir mencapai Rp 1,5 Triliun, ini termasuk kerugian tidak langsung.



Kondisi eksisting Penguasaan Ruang oleh Investasi Hulu yang terlalu luas (Izin konsesi HTI yang telah diberikan 1,9 juta hectare, perkebunan 2,1 juta hectare dan HPH 1,3 juta hectare. Inkonsistensi RTRWP RIAU 1994 (Perda No.10 Tahun 1994) dan TGHK 1986, 56% adalah Lahan Gambut, Lahan Kritis akibat Perusahaan nakal (850 ribu hectare) setelah tegakan kayunya dibabat habis.

Skenario hijau RT/RW P tahun 2001-2015 (Draft Revisi) yang syarat resiko dengan memakai kemasan SKENARIO HIJAU dengan perizinan yang berada dalam kawasan Lindung diberi TOLERANSI untuk beroperasi sampai masa Izinnya habis. Seperti contoh yang terjadi pada:SM Giam Siak Kecil di Kabupaten Bengkalis, dimana Izin HTI bagi PT.RAPP dan PT.Arara Abadi tetap diberi toleransi mengambil Kayu. Kemudian baru pada tahun 2015 SM Giam Siak Kecil di hijaukan lagi. Lokasi Rencana Perluasan TN Tesso Nilo, dilain pihak pemerintah mendukung adanya tempat Relokasi Satwa, namun dalam Revisi RTRWP Lahan cadangan Perluasan tersebut malah diarahkan untuk Pengembangan HTI.



Permasalah hukum yang membelenggu adalah (1).Proses penerbitan IUPHHK-HT (HTI) tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan PP 7/1990 Pasal 5 tentang Hak Penguasaan HTI, Areal hutan yang dapat diusahakan sebagai HTI adalah kawasan HPT yang tidak produktif, PP 34/2002 pasal 30 usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukat di hutan prosuksi, Kepmenhut 10.1/Menhut-II/2004 pasal 3, lalan kosong dan lahan atau padang alang-alang dan atau semak belukar, Kepmenhut:21/Kpts-II/2001 Lahan kosong, semak belukar, vegetasi hutan alam tidak terdapat pohon > 10 cm dengan potensi kurang dari 5 m3 per hectare.

KEPRES No.32 Tahun 1990 dan Kepmenhut SK.101/Menhut-II/2004, hutan alam yang terletak di kawasan hutan gambut yang berada di hulu sungai dan rawa memiliki kedalaman lebih dari 3 meter harus dilindungi. (2).Tumpang tindih kewenangan dalam pemberian izin IUPHHK-HT yakni Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:10.1/Kpts-II/2000, Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, Tanggal 6 November 2000, Gubernur dan Bupati memiliki kewenangan untuk mengeluarkan perizinan IUPHHKHT, Peraturan Pemerintah Nomor:34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan, Tanggal 8 Juni 2002, Pasal 42, Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi Bupati atau Walikota dan Gubernur. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.03/Menhut-II/2005 Jo P.05/Menhut-II/2005 Tentang Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Dan Atau Pada Hutan Tanaman Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota, tanggal 18 Januari 2005.

Maksud verifikasi IUPHHK pada hutan alam dan atau hutan tanaman adalah dalam rangka memberikan kepastian hukum atas IUPHHK yang diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tujuan agar pemanfaatan hutan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Blog :http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com

Email : redaksi@kabarindonesia.com

Big News Today..!!! Let's see here :www.kabarindonesia.com

Tidak ada komentar:

Kedaulatan Rakyat Atas Ruang Harus Segera Diwujudkan

Suaka Margasatwa

Balai Raja

Giam Siak Kecil

Bukit Batu

Danau Pulau Besar

Bukit Rimbang Bukit Baling

Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket

 Tasik Tanjung Padang

Tasik Serkap

Tasik Metas

Tasik Belat

 Kerumutan

Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket

Perbandingan RTRWN Terhadap RTRWP

[RTRWN-RTRWP2.gif]