Pada 18 September 2008 pukul 15.15 pertemuan Gubernur se-Sumatera diadakan di Istana Ballroom, Hotel Sari Pan Pacific dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Bapak Mardiyanto dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Bapak Rachmat Witoelar. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan 9 dari 10 propinsi di Sumatera yaitu Gubernur Jambi (H.Zulkifli Nurdin), Gubernur Sumatera Selatan (Prof. Dr. H.Mahyuddin NS), Gubernur Lampung (Drs Syamsurya Ryacudu), Gubernur Bengkulu (Agusrin M.Najamudin, ST), dan Gubernur Bangka Belitung (Ir. H. Eko Maulana Ali), sedangkan untuk Propinsi Sumatera Barat diwakili oleh Wagub (Prof. Dr.H.Marlis Rahman, M.Sc) , Propinsi NAD oleh Sekda (Husni Bahri Top), Propinsi Riau oleh Asisten 1 (Drs. Said Hasyim), dan Propinsi Sumatera Utara oleh Sekda (RE.Nainggolan).
Pertemuan tersebut juga dihadiri olehBapak Emil Salim selaku Penasehat Presiden, Dirjen PHKA Dephut, Dirjen Tata Ruang Dept PU, Dirjen Bangda Depdagri, serta Direktur Eksekutif dari CI, WCS, dan FFI.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan penandatanganan *Kesepakatan Bersama Gubernur se-Sumatera Untuk Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera* oleh para gubernur atau yang mewakili dengan disaksikan oleh empat menteri (Men-LH, Mendagri, MenPU dan Menhut). Isi kesepakatan tersebut mencakup kesepakatan untuk mendukung (1) Pengembangan Penataan Ruang Berbasis Ekosistem, (2) Restorasi daerah kritis, (3) Perlindungan kawasan bernilai tinggi bagi sistem kehidupan, keanekaragaman hayati,
dan perubahan iklim. Dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai poin-poin penting yang perlu ditindaklanjuti :
Mendagri meminta agar komitmen para Gubernur untuk penyelamatan ekosistem pulau Sumatera dapat direfleksikan dalam APBD 2009, sedianya anggaran untuk lingkungan harus ditingkatkan. Komitmen terhadap lingkungan tersebut juga harus terrefleksi dalam Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera yang akan dijalankan pada 2009. Penataan ruang yang baik semestinya juga menjadi alat untuk memitigasi bencana.
MenLH menyampaikan pentingnya penyelamatan ekosistem Pulau Sumatera dalam kerangka penyelamatan iklim global yang menjadi komitemen Indonesia dalam Konferensi UNFCC di Bali Desember 2007. Kementrian LH telah mendapat mandat untuk memimpin koordinasi dalam penataan ruang berbasis ekosistem melalui UU 26/2007
Bapak Emil Salim menekankan perlunya penugasan di tiap-tiap propinsi dan kabupaten agar komitmen tata ruang berbasis ekosistem ini bisa ditindaklanjuti ditingkat daerah. Gubernur dinilai mempunyai pandangan lintas kabupaten sehingga sinkronisasi bisa dilakukan dengan kewenangan para Bupati ditingkat kabupaten. Koordinasi dan pembagian tugas yang jelas juga harus dilakukan di tingkat nasional antara Departemen terkait (Dept PU, Menko Eku, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, Dirjen Bangda, Forum DAS, dan ForTRUST) untuk memfasilitasi dan membimbing Pemda membuat Rencana Bioregion Propinsi dan mengkoordinasikannya ditingkat daerah.
Gubernur Jambi dan Wagub Sumbar menyarankan agar didalam draf Peraturan Presiden yang akan mengesahkan Penataan Ruang Pulau Sumatera dicantumkan wewenang para gubernur untuk memonitor pelaksanaan tata ruang tersebut, termasuk memberikan sanksi ketika peraturan tersebut dilanggar.
Gubernur Jambi dan Wagub Sumbar menekankan perlunya sosialisasi komitmen dan kesepakatan ini ditingkat kabupaten mengingat Bupati terkadang memiliki agenda sendiri dalam era desentralisasi, misalnya terkait pengeluaran izin.
Gubernur Bangka Belitung dan Gubernur Jambi menyarankan perlunya peraturan ditingkat Undang-Undang yang menjamin kewenangan Gubernur dalam pelaksanaan penataan ruang dalam kaitannya dengan desentralisasi daerah.
Emil Salim menekankan perlunya kerja yang simultan di setiap level, termasuk perlunya beberapa penyempurnaan Undang-Undang, misalnya yang terkait dengan UU Pertambangan dan kehutanan.
Sekda Aceh menyarankan agar prestasi daerah di tahun 2009 tidak lagi hanya dilihat dengan indikator PAD tetapi juga dengan keberhasilan daerah menjaga lingkungannya. Daerah yang mampu menjaga hutannya selayaknya mendapatkan reward, dan penambahan DAU/DAK. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang ada harus diubah agar mengarah pada reward tersebut, sehingga mereka yang menjaga hutan tidak tergoda dengan tawaran-tawaran membuka hutan untuk meningkatkan PAD . Saran tersebut di
sambut baik oleh Emil Salim dan MenLH.
Sekda Aceh dan Wagub Sumbar menghimbau agar upaya menjaga hutan tidak lagi dilihat sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk mendapatkan kompensasi melalui skema karbon kredit atau sejenisnya. Perlu ada sosialisasi mengenai skema karbon kredit ini kepada daerah baik propinsi dan kabupaten. Saran tersebut di sambut baik oleh Emil Salim sekaligus memperkenalkan MenLH sebagai Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim yang terkait dengan saran tsb. Mengenai rencana penyampaian deklarasi penyelamatan ekosistem Sumatera dalam kongres IUCN di Barcelona 8-11 October mendatang, Depdagri akan mengkoordinir 5 orang yang akan mewakili pemerintah dalam event tersebut, tentunya setelah mendapat izin dari Mendagri dan Presiden.
Pertemuan tersebut juga dihadiri olehBapak Emil Salim selaku Penasehat Presiden, Dirjen PHKA Dephut, Dirjen Tata Ruang Dept PU, Dirjen Bangda Depdagri, serta Direktur Eksekutif dari CI, WCS, dan FFI.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan penandatanganan *Kesepakatan Bersama Gubernur se-Sumatera Untuk Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera* oleh para gubernur atau yang mewakili dengan disaksikan oleh empat menteri (Men-LH, Mendagri, MenPU dan Menhut). Isi kesepakatan tersebut mencakup kesepakatan untuk mendukung (1) Pengembangan Penataan Ruang Berbasis Ekosistem, (2) Restorasi daerah kritis, (3) Perlindungan kawasan bernilai tinggi bagi sistem kehidupan, keanekaragaman hayati,
dan perubahan iklim. Dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai poin-poin penting yang perlu ditindaklanjuti :
Mendagri meminta agar komitmen para Gubernur untuk penyelamatan ekosistem pulau Sumatera dapat direfleksikan dalam APBD 2009, sedianya anggaran untuk lingkungan harus ditingkatkan. Komitmen terhadap lingkungan tersebut juga harus terrefleksi dalam Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera yang akan dijalankan pada 2009. Penataan ruang yang baik semestinya juga menjadi alat untuk memitigasi bencana.
MenLH menyampaikan pentingnya penyelamatan ekosistem Pulau Sumatera dalam kerangka penyelamatan iklim global yang menjadi komitemen Indonesia dalam Konferensi UNFCC di Bali Desember 2007. Kementrian LH telah mendapat mandat untuk memimpin koordinasi dalam penataan ruang berbasis ekosistem melalui UU 26/2007
Bapak Emil Salim menekankan perlunya penugasan di tiap-tiap propinsi dan kabupaten agar komitmen tata ruang berbasis ekosistem ini bisa ditindaklanjuti ditingkat daerah. Gubernur dinilai mempunyai pandangan lintas kabupaten sehingga sinkronisasi bisa dilakukan dengan kewenangan para Bupati ditingkat kabupaten. Koordinasi dan pembagian tugas yang jelas juga harus dilakukan di tingkat nasional antara Departemen terkait (Dept PU, Menko Eku, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, Dirjen Bangda, Forum DAS, dan ForTRUST) untuk memfasilitasi dan membimbing Pemda membuat Rencana Bioregion Propinsi dan mengkoordinasikannya ditingkat daerah.
Gubernur Jambi dan Wagub Sumbar menyarankan agar didalam draf Peraturan Presiden yang akan mengesahkan Penataan Ruang Pulau Sumatera dicantumkan wewenang para gubernur untuk memonitor pelaksanaan tata ruang tersebut, termasuk memberikan sanksi ketika peraturan tersebut dilanggar.
Gubernur Jambi dan Wagub Sumbar menekankan perlunya sosialisasi komitmen dan kesepakatan ini ditingkat kabupaten mengingat Bupati terkadang memiliki agenda sendiri dalam era desentralisasi, misalnya terkait pengeluaran izin.
Gubernur Bangka Belitung dan Gubernur Jambi menyarankan perlunya peraturan ditingkat Undang-Undang yang menjamin kewenangan Gubernur dalam pelaksanaan penataan ruang dalam kaitannya dengan desentralisasi daerah.
Emil Salim menekankan perlunya kerja yang simultan di setiap level, termasuk perlunya beberapa penyempurnaan Undang-Undang, misalnya yang terkait dengan UU Pertambangan dan kehutanan.
Sekda Aceh menyarankan agar prestasi daerah di tahun 2009 tidak lagi hanya dilihat dengan indikator PAD tetapi juga dengan keberhasilan daerah menjaga lingkungannya. Daerah yang mampu menjaga hutannya selayaknya mendapatkan reward, dan penambahan DAU/DAK. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang ada harus diubah agar mengarah pada reward tersebut, sehingga mereka yang menjaga hutan tidak tergoda dengan tawaran-tawaran membuka hutan untuk meningkatkan PAD . Saran tersebut di
sambut baik oleh Emil Salim dan MenLH.
Sekda Aceh dan Wagub Sumbar menghimbau agar upaya menjaga hutan tidak lagi dilihat sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk mendapatkan kompensasi melalui skema karbon kredit atau sejenisnya. Perlu ada sosialisasi mengenai skema karbon kredit ini kepada daerah baik propinsi dan kabupaten. Saran tersebut di sambut baik oleh Emil Salim sekaligus memperkenalkan MenLH sebagai Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim yang terkait dengan saran tsb. Mengenai rencana penyampaian deklarasi penyelamatan ekosistem Sumatera dalam kongres IUCN di Barcelona 8-11 October mendatang, Depdagri akan mengkoordinir 5 orang yang akan mewakili pemerintah dalam event tersebut, tentunya setelah mendapat izin dari Mendagri dan Presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar