Kepala BPN Akui Bagan Batu Masuk Kawasan Hutan
________________________________________
Sesuai Edaran Gubri dan RTRW Provinsi
Bagan Batu-Sesuai dengan Perda No. 10 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau dan surat edaran Gubernur Riau tentang tata ruang, dimana aturan yang lebih tinggi harus menjadi acuan, maka wilayah Bagan Batu dan sekitarnya, masuk ke dalam wilayah hutan, baik hutan negara maupun hutan lindung. Akibatnya, penerbitan sertifikat tanah masyarakat di wilayah ini, tidak bisa dilakukan.
Demikian diakui Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Rokan Hilir Ediar Ramli, Kamis (10/4), lalu. Ditambahkannya, meski pun berdasarkan RTRW Kabupaten Rohil wilayah Bagan Batu dan sekitarnya masuk ke dalam wilayah pemukiman. Edi mengakui kontradiksi itu saat ini telah menjadi penghambat layanan masyarakat, terutama terkait penerbitan sertifikat tanah.
________________________________________
Sesuai Edaran Gubri dan RTRW Provinsi
Bagan Batu-Sesuai dengan Perda No. 10 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau dan surat edaran Gubernur Riau tentang tata ruang, dimana aturan yang lebih tinggi harus menjadi acuan, maka wilayah Bagan Batu dan sekitarnya, masuk ke dalam wilayah hutan, baik hutan negara maupun hutan lindung. Akibatnya, penerbitan sertifikat tanah masyarakat di wilayah ini, tidak bisa dilakukan.
Demikian diakui Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Rokan Hilir Ediar Ramli, Kamis (10/4), lalu. Ditambahkannya, meski pun berdasarkan RTRW Kabupaten Rohil wilayah Bagan Batu dan sekitarnya masuk ke dalam wilayah pemukiman. Edi mengakui kontradiksi itu saat ini telah menjadi penghambat layanan masyarakat, terutama terkait penerbitan sertifikat tanah.
"Mengatasi persoalan ini, kita telah koordinasikan dengan Dinas Kehutanan Provinsi, namun hingga sekarang belum membuahkan hasil. Otomatis, sebelum Perda tersebut direvisi, kita belum bisa mengeluarkan sertifikat, meski pun kita telah mengupayakan pelayanan terhadap warga," bebernya.
Asal Jadi
Menanggapi persoalan tersebut, seorang pelaku usaha di Bagan Batu A Nababan sangat menyesalkan dan mempertanyakan proses lahirnya kebijakan itu. Dikatakannya, kontradiksi tata ruang itu menunjukkan pihak terkait bekerja asal jadi dan tidak melihat kondisi riil di lapangan.
"RTRWP 1994 kita akui tidak tepat, karena memang kondisi waktu itu kita sadari serba terpusat. Namun paska reformasi dan di tahun 2000-an ini, kesalahan itu tidak cepat diperbaiki. Bahkan kita dengar revisi Perda RTRWP Riau hingga saat ini masih terkatung-katung. Kalau tidak salah itu sudah hampir empat tahunan. Ini jelas menunjukkan kinerja pemerintah dan DPRD yang tidak fokus dan asal-asalan," bebernya.
Ditambahkannya, kalau Pemprov dan DPRD Riau serius dan tidak terbawa kepentingan pribadi dan kelompok, RTRWP itu dapat diselesaikan dalam setahun. "Buktinya Sumut, Sumbar dan banyak provinsi di Kalimantan serta Sulawesi telah membuat revisi RTRWP di tahun 2000-an. Tapi Riau, masih saja terus terjadi tarik ulur kepentingan. Kita minta Pemprov serius menanggapi ini. Keterlambatan mengurus RTRWP, bisa berdampak pada kemunduran investor," terangnya lagi.
Diuraikannya, dirinya mengaku heran dengan kondisi tersebut, sebab Kota Bagan Batu telah menjadi pusat perekonomian di Kecamatan Bagan Sinembah, bahkan banyak warga Sumatera Utara berinvestasi dan berbelanja ke daerah ini. Karena itu, seharusnya pemerintah sudah menetapkan tata ruang wilayah. "Jauh sebelum ini pun, Bagan Batu sudah menjadi pusat perekonomian. Apa ini tidak disadari dan dilihat pemerintah? Makanya, aparatur pemerintah harus turun melihat langsung warganya. Jangan hanya karena berada paling Utara Riau, Bagan Batu terlupakan dan warganya dirugikan," tambahnya.
Terakhir, Aron berharap ada klarifikasi dan penjelasan serta solusi yang adil dan jernih terkait persoalan ini oleh instansi terkait. "Kita harap pemimpin di Riau cepat menyelesaikan persoalan yang menyangkut aset warga dan kelangsungan hajat hidup orang banyak ini," katanya.(Habib Gultom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar