[Sumber : mediaindo.co.id | 27/06/06]
http://www.penataanruang.net/BERITA/file/270606_mediaindo.htm
Penulis: Muhammad Fauzi
BOGOR--MIOL: Departemen Pertanian mendesak dilakukannya perubahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota yang ada saat ini.
Desakan perubahan itu didasarkan pada potensi RTRW tersebut memicu peralihan fungsi 3,1 juta hektare dari 7,2 juta ha lahan sawah beririgrasi menjadi lahan non-pertanian.
Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan hal itu menjawab Media Indonesia usai membuka seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian, di Balitbang Deptan, Bogor, Selasa.
Anton menyebutkan alih fungsi (konversi) lahan pertanian merupakan ancaman utama terhadap pembangunan pertanian di masa yang akan datang, khususnya ketahanan pangan nasional.
Menurut dia, konversi lahan sawah itu dipicu oleh berbagai faktor seperti, rendahnya keuntungan serta daya tarik bertani.
"RTRW provinsi dan kabupaten/kota yang ada saat ini, misalnya menunjukkan bahwa sekitar 3,1 juta ha dari 7,2 ha luas sawah beririgrasi direncanakan beralih fungsi ke lahan non pertanian. Karena itu kami mendesak agar pemprov dan kabupaten/kota meninjau kembali RTRW tersebut," kata Anton.
Untuk itu, katanya, ke depan pihaknya berupaya mencegah laju konversi lahan dengan terlibat aktif dalam perumusan RUU Agraria, misalnya dengan memasukkan klausul izin konversi lahan dengan rekomendasi pemerintah pusat.
Ia mengakui bahwa selama ini sektor pertanian dianggap hanya sebagai penghasil pangan. Sementara fungsinya sebagai pengatur/penyumbang udara sehat bagi lingkungan, sosial budaya, agroturisme, penyedia lapangan kerja dan fungsi ketahanan pangan belum dipahami. "Atau malah diabaikan sebagian besar pemangku kepentingan," katanya.
Menurut dia, konversi lahan pertanian yang dilakukan individual sulit dikendalikan. Sebab didorong kebutuhan individu petani untuk mendapatkan uang atau sebagainya.
"Namun itu jumlahnya kecil. Hal yang bisa dilakukan adalah mencegah konversi lahan secara massal sebagai konsekuensi akselerasi pembangunan ekonomi. Misalnya dengan menegakkan hukum. Selama ini banyak yang melanggar tapi tidak jelas hukumannya," kata Anton.
Anton menegaskan pihaknya bukan menghalangi pembangunan ekonomi, namun ia hanya ingin mengajak pemangku kepentingan untuk berpikir jangka panjang dalam pengelolaan lahan pertanian.
Ia mencontohkan pada saat terjadi krisis ekonomi dan moneter di Indonesia pada 1998, di mana sektor pertanian membuktikan kelenturannya dengan tetap bertahan di tengah keterpurukan ekonomi, sementara tidak dengan sektor industri, yang langsung tergilas oleh krisis itu.
"Penduduk yang bermata pencarian bertani paling tidak terpengaruh oleh krisis tersebut," katanya.(Faw/OL-03)
Re: DEAR FRIEND
1 bulan yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar