24 September, 2007

Bantuan Program Reforestasi Indonesia Bagian Kesadaran Global

[Sumber : republika.co.id | 11/09/07]
http://penataanruang.pu.go.id/BERITA/file/20070911_republika.htm

Bogor-RoL-- Komitmen Amerika Serikat (AS) untuk membantu program reforestasi di Indonesia senilai 20 juta dolar AS dan kemudian bantuan kemitraan hutan dan iklim dari Australia senilai 100 juta dolar Australia perlu disambut baik, sebagai kesadaran global penyelamatan hutan dan ancaman perubahan iklim.


"Ini bagian kesadaran global yang tumbuh sejak suara-suara tentang bahaya iklim, di mana banyak negara-negara yang merasa bahwa perubahan iklim mengancam kita sekarang. Mereka kemudian melihat bahwa Indonesia adalah sedikit dari negara itu (yang perlu dibantu) untuk menjaga hutannya secara lestari," kata Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), Taufik Alimi di Bogor, Selasa pagi. LEI adalah lembaga independen yang mengembangkan sistem sertifikasi hutan lestari di Indonesia.


Taufik Alimi mengemukakan hal itu saat diwawancarai ANTARA sehubungan dengan komitmen dua negara itu untuk membantu program-program reforestasi di Indonesia, yang disampaikan AS dan Australia, disela-sela kegiatan pertemuan KTT ke-15 Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Sydney, Australia, pekan ini.

Presiden AS George W.Bush (8/9) menyampaikan komitmennya untuk membantu program "reforestasi" di Indonesia senilai 20 juta dolar dalam pertemuannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan sehari (9/9) kemudian, Presiden Yudhoyono hadir dalam acara penandatanganan nota kemitraan senilai 100 juta dolar Australia, yang dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Air Australia, Malcolm Turnbull.

Dengan adanya nota "Kemitraan Hutan-Hutan Kalimantan dan Iklim Pemerintah Indonesia dan Australia" senilai 100 juta dolar Australia itu, diperkirakan selama 30 tahun, jumlah emisi gas rumah kaca yang dapat dikurangi mencapai 700 juta ton.

Menurut Taufik Alimi, argumentasi perlunya komitmen itu disambut baik --yang diterjemahkan dalam bentuk bantuan finansial--bukan karena Indonesia mendapatkan uang, namun yang lebih esensial adalah tumbuhnya kesadaran global tersebut.

"(Kesadaran global) itu adalah dalam arti Indonesia tidak dibiarkan lama mengelola hutannya sendiri, yang menjadi salah satu unsur penting perubahan iklim, sehingga perlu bersama-sama untuk tetap menjaga kelestarian hutan yang ada," katanya.

Berkaitan dengan pertanyaan penting selanjutnya, yakni kenapa harus Indonesia yang mesti dibantu, ia menegaskan bahwa memang hutan tropis yang ada di dunia, termasuk di Indonesia tinggal sedikit, dan kemudian pemahaman itu muncul di dalam mitigasi perubahan iklim.

"Inilah yang perlu kita sambut baik tadi," katanya.


Perlu kecerdasan

Taufik Alimi mengatakan, makna mendasar lainnya bila kemudian komitmen janji bantuan itu terwujud, maka Indonesia disebutnya "harus cerdas" untuk mengelolanya dalam bentuk program-program strategis bagi kepentingan reforestasi itu.

Alasannya, selama ini pemahaman yang dominan adalah hutan hanya sebagai produsen kayu atau hutan sebagai asal bahan kayu, padahal banyak sekali yang bisa dimanfaatkan dari sekedar produksi kayu, tapi juga dari jasa lingkungan yang penting dan sebenarnya makin langka.

Mengikuti hukum ekonomi, kata dia, sesuatu yang langka itu memerlukan biaya untuk jasa-jasa lingkungan, yang dimiliki oleh hutan-hutan di Indonesia. "Karena itu, pemerintah harus cerdas menyusun program dan aktivitas agar jasa lingkungan dihargai secara tepat oleh negara lain," katanya.

Kemudian, kata dia, "Uang (bantuan) itu pasti mekanismenya tidak nggelontor (mengalir, red) terus terserah pemerintah (untuk mengelolanya), dan kita tahu 'tidak ada makan siang gratis' (dari bantuan itu). Disinilah kaitan kecerdasan kita semua bagaimana bantuan itu datang dan pas dengan agenda nasional," katanya.

Dikemukakannya bahwa hendaknya jangan sampai bantuan itu disebutnya "mengikat kita untuk tidak memotong pohon kita", tapi nilai ekonomisnya rendah, dan kemudian dana tersebut justru dilarikan pada proyek-proyek yang secara substansi tidak berhubungan pada pelestarian hutan.

Ia memberi rujukan seperti dana reboisasi (DR), yang kini pelaksanaannya perlu dipertanyakan karena dilihatnya tidak dikembalikan peruntukannya kepada program yang berkaitan dengan pelestarian hutan itu.

"Jadi, hal ini bukan hanya soal hutan saja, tapi juga masalah publik, sehingga jangan sampai (bantuan) itu menguap," katanya.

Ketika ditanya masih kuatnya opini publik bahwa bantuan semacam itu rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaannya, Taufik Alimi melihat bahwa saat ini, khususnya dua tahun terakhir di era Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban, Dephut adalah satu dari sedikit departemen yang membuka proses inklusif dalam proses pekerjaannya, yakni melibatkan masyarat dan LSM dalam proses pengambilan keputusan.

"Sepanjang berkarir di LSM dan organisasi sipil lainnya hingga saat ini, Dephut adalah satu dari sedikit departemen yang membuka proses pekerjaan inklusif, dengan melibatkan masyarakat dan LSM dalam proses pengambilan keputusan. Artinya, ada unsur dari pemerintah yang 'legowo' pada skema pelibatan publik itu," katanya.

Ia memberikan perbandingan bagaimana kepercayaan itu tumbuh, yakni dalam perundingan Indonesia-Eropa, yang sering dibandingkan dengan Malaysia. "Eropa angkat topi (pada Indonesia) karena masyarakat sipil diberi ruang (dalam proses pengambilan keputusan) itu," katanya.

Guna menepis opini publik terkait dengan tingginya korupsi di Indonesia, dikemukakannya lagi bahwa kecerdasan dalam kaitan penerimaan dan pengelolaan uang benar-benar dijadikan patokan. "Kalau tidak, bisa jatuh pada tangan yang tidak seharusnya menerima seperti dana reboisasi itu," katanya.

Untuk itu, dibutuhkan standar legalitas yakni perlu adanya sebuah komite untuk penerapan hal itu, dan kemudian pemerintah legowo ketika para pihak sudah memutuskan sistem itu yang dipakai, sehingga pada akhirnya kepercayan publik dunia di sektor kehutanan cukup tinggi, demikian Taufik Alimi. ant/fif


Tidak ada komentar:

Kedaulatan Rakyat Atas Ruang Harus Segera Diwujudkan

Suaka Margasatwa

Balai Raja

Giam Siak Kecil

Bukit Batu

Danau Pulau Besar

Bukit Rimbang Bukit Baling

Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket

 Tasik Tanjung Padang

Tasik Serkap

Tasik Metas

Tasik Belat

 Kerumutan

Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket

Perbandingan RTRWN Terhadap RTRWP

[RTRWN-RTRWP2.gif]